PENENTUAN HARGA
PELAYANAN PUBLIK
A. PENDAHULUAN
Salah satu tugas pokok pemerintah adalah memberikan pelayanan kepada
masyarakat (public services). Pemberian
pelayanan public pada dasarnya dibiayai melalui 2 sumber, yaitu :
1.
Pajak
2.
Pembebanan
langsung kepada masyarakat sebagai konsumen jasa public.
Jika pelayanan public dibiayai dengan pajak, maka
setiap wajib pajak harus membayar tanpa mempedulikan apakah dia menikmati
secara langsung jasa public tersebut atau tidak. Hal tersebut dikarenakan pajak merupakan iuran masyarakat kepada negara
yang tidak memiliki jasa timbal balik (kontraprestasi) individual yang secara
langsung dapat dinikmati oleh pembayar pajak. Jika pelayanan public dibiayai melalui pembebanan langsung, maka yang
membayar hanyalah mereka yang memanfaatkan jasa pelayanan public tersebut,
sedangkan yang tidak menggunakan tidak diwajibkan untuk membayar. Permasalahan yang kemudian muncul adalah apakah suatu pelayanan public
lebih baik dibiayai melalui pajak atau dengan pembebanan langsung kepada
konsumen.
B. PELAYANAN PUBLIK YANG DAPAT DIJUAL
Dalam memberikan memberikan pelayanan public,
pemerintahan dapat dibenarkan menarik tarif untuk pelayanan tertentu baik
secara langsung atau tidak langsung melalui perusahaan milik pemerintah. Beberapa pelayanan public yang dapat dibebankan tarif pelayanan misalnya :
1.
Penyediaan
air bersih.
2.
Transportasi
public.
3.
Jasa pos
dan telekomunikasi.
4.
Energy dan listrik.
5.
Perumahan
rakyat.
6.
Fasilitas
rekreasi (pariwisata).
7.
Pendidikan.
8.
Jalan tol.
9.
Irigasi.
10. Jasa pemadaman kebakaran.
11. Pelayanan kesehatan.
12. Pengolahan sampah/limbah.
Pembebanan tarif pelayanan public kepada konsumen
dapat dibenarkan karena beberapa alasan, yaitu :
1. Adanya
Barang Privat Dan Barang Public
Terdapat 3 jenis barang yang menjadi kebutuhan masyarakat, yaitu :
a.
Barang privat
Yaitu barang-barang
kebutuhan masyarakat yang manfaat barang atau jasa tersebut hanya dinikmati
secara individual oleh yang membelinya, sedangkan yang tidak mengkonsumsi tidak
dapat menikmati barang/jasa tersebut.
Contoh : makanan, listrik
dan telepon.
b.
Barang publik
Yaitu barang-barang kebutuhan masyarakat yang manfaatnya dinikmati oleh
seluruh masyarakat secara bersama-sama.
Contoh : pertahanan nasional, pengendalian penyakit, jasa polisi.
c.
Campuran antara barang privat dan public
Terdapat beberapa barang dan jasa yang merupakan campuran antara barang
privat dan barang public. Karena, meskipun dikonsumsi secara individual
seringkali masyarakat secara umum juga membutuhkan barang dan jasa tersebut.
Contoh : pendidikan, pelayanan kesehatan, transportasi public, dan air bersih.
Barang –barang tersebut sering disebut dengan merit good karena semua orang membutuhkannya akan tetapi tidak
semua orang bisa mendapatkan barang dan jasa tersebut. Untuk memenuhi kebutuhan
barang tersebut pemerintah dapat menyediakannya secara langsung (direct public privision), memberikan
subsidi, atau mengontrakkan ke pihak swasta. Sebagai contoh pendidikan,
meskipun pemerintah bertanggungjawab untuk menyediakan pendidikan, namun bukan
berarti barang tersebut sebagai pure
public good yang harus dibiayai semuanya dengan pajak dan dilaksanakan
sendiri oleh pemerintah. Dapat saja sektor swasta terlibat dalam penyediaan
pelayanan pendidikan tersebut.
Pada tataran praktek, terdapat kesulitan membedakan barang public dan
barang barang privat. Beberapa sebab kesulitan membedakan barang public dengan
barang privat tersebut antara lain :
1)
Batasan antara barang public dan barang privat sulit untuk ditentukan.
2)
Terdapat barang dan jasa yang merupakan barang/jasa public, tapi dalam
penggunaannya tidak dapat dihindari keterlibatan beberapa elemen pembebanan
langsung. Contohnya adalah biaya pelayanan medis, tariff obat-obatan, dan air.
Pembebanan terhadap pemanfaatan barang tersebut memaksa orang untuk
berhati-hati dalam mengkonsumsi sumber-sumber yang mahal atau langka.
3)
Terdapat kecenderungan untuk membebankan tarif pelayanan daripada membebankan pajak karena
pembebanan tarif lebih mudah pengumpulkannya. Jika digunakan pajak, maka akan
terdapat kesulitan dalam menentukan besar pajakyang pantas dan cukup. Sedangkan
jika digunakan pembebanan tarif pelayanan, orang harus membayar untuk
memperoleh jasa yang diinginkannya, dan mungkin bersedia untuk membayar lebih
tinggi dibandingkan dengan tarif pajak. Terdapat argument yang menyatakan bahwa
pembebanan pada dasarnya demokratis karena orang dapat memilih barang apa yang
ingin mereka bayar dan apa yang tidak mereka inginkan, sehingga pola
pengeluaran public dapat diarahkan menurut pilihan mereka.
Biasanya terdapat anggapan
bahwa dalam suatu sistem ekonomi campuran (mixed
economy), barang privat lebih baik disediakan oleh pihak swasta (privat market) dan barang public lebih
baik diberikan secara kolektif oleh pemerintah yang dibiayai melalui pajak.
Namun demikian, tidak menutup kemungkinan pemerintah menyerahkan penyediaan
barang public kepada sektor swasta melalui regulasi, subsidi, atau sistem
kontrak.
Jika manfaat dirasakan secara perorangan, seperti listrik,telepon, dan
air bersih, maka untuk memperoleh barang-barang tersebut masyarakat biasanya
dibebani dengan tarif untuk penyediaan kebutuhan tersebut. Jika manfaat
dirasakan secara umum, karena spillover effects (eksternalitas positif), yang
tidak bisa dihilangkan dan pasti ada seperti pertahanan dan pengendalian
kesehatan, maka pendanaan untuk hal-hal tersebut lebih tepat didanai lewat
pajak.
Dalam hal penyediaan
pelayanan public, yang perlu diperhatikan adalah :
1.
Identifikasi barang/jasa yang menjadi kebutuhan
masyarakat (apakah barang public atau privat)
2.
Siapa yang lebih berkompeten (lebih efisien) untuk
menyediakan kebutuhan public tersebut (pemerintah atau swasta)
3.
Dapatkah penyediaan pelayanan public tertentu
diserahkan kepada sektor swasta dan sektor ketiga
4.
Pelayanan public apa saja yang tidak harus dilakukan
oleh pemerintah namun dapat ditangani oleh swasta.
Pola hubungan tersebut dapat
digambarkan sebagai berikut :
Pelayanan publik yang dibebani tarif pelayanan langsung:
Penyediaan Air Bersih
Transportasi Publik
Jasa Pos & Telekomunikasi
Energi & Listrik
Perumahan
Rekreasi/Wisata
|
Pendidikan
Irigasi
Pemadam Kebakaran
Kesehatan
Pengelolaan Limbah/Sampah
Jalan Tol
|
2.
Efisiensi
Ekonomi
Ketika setiap individu bebas
menentukan banyaknya barang dan jasa yang mereka ingin konsumsi , mekanisme
harga memiliki perang penting dalam mengalokasikan sumber daya melalui :
a. Pendistribusian permintaan, pihak yang mendapatkan manfaat paling
banyak harus membayar lebih banyak pula.
b. Pemberian insentif untuk menghindari pemborosan.
c. Pemberian insentif pada suplier berkaitan dengan skala produksi.
d. Penyediaan sumber daya padasupplier untuk mempertahankan
dan meningkatkan persediaan jasa (supply of servise).
- Untuk public goods, pemerintah
lebih baik menetapkan harga di bawah harga normalnya (full price) atau bahkan
tanpa dipungut biaya.
- Mekanisme pembebanan tarif
pelayanan merupakan satu cara
menciptakan keadilan dalam
distribusi pelayanan publik.
3.
Prinsip Keuntungan
Ketika
pelayanan tidak dinikmati oleh semua orang, pembebanan langsung kepada
masyarakat yang menerima jasa tersebut dianggap “wajar” bila didasarkan prinsip
bahwa yang tidak menikmati manfaat tidak perlu membayar. Jadi pembebanan hanya
dikenakan kepada masyarakat atau mereka
yang diuntungkan kepada pelayanan tersebut. Pemerintah tidak boleh melakukan
maksimisasi keuntungan bahkan lebih baik menetapkan harga di bawah full price, subsidi, bahkan
tanpa dipungut biaya. Fee adalah
biaya atas perijinan atau lisensi yang diberikan pemerintah.
Biaya perijinan/lisensi
relatif kecil, umumnya berupa biaya administrasi & pengaawasan, yang didasarkan pada:
a.
Kategori
perijinan yang dilakukan.
b.
Ada
tidaknya keuntungan yg diperoleh pemegang ijin/lisensi atas ijin/lisensi yang dimiliki.
C. ARGUMEN
TERHADAP TARIF PEMBEBANAN PELAYANAN
Dalam praktik, pembebanan
langsung (direct charging) biasanya ditentukan karena alasan-alasan sebagai
berikut :
1.
Suatu jasa,
baik merupakan barang publik maupun barang privat, mungkin tidak dapat
diberikan kepada setiap orang, sehingga tidak adil bila biayanya dibebankan
kepada semua masyarakat melalui pajak, sementara mereka tidak menikmati jasa
tersebut.
2.
Suatu
pelayanan mungkin membutuhkan sumber daya yang mahal atau langka sehingga
konsumsi publik harus didisiplinkan (hemat), misalnya pembebanan terhadap
penggunaan air dan obat-obatan medis.
3.
Terdapat
variasi dalam konsumsi individual yang lebih berhubungan dengan pilihan
daripada kebutuhan, misalnya penggunaan fasilitas rekreasi.
4.
Suatu jasa
mungkin digunakan untuk operasi komersial yang menguntukan dan untuk memenuhi
kebutuhan domestic secara individual maupun industrial, misalnya air, listrik,
jasa pos dan telepon.
5.
Pembebanan
dapat digunakan untuk mengetahui arah dan skala permintaan publik atas suatu
jasa apabila jenis dan standar pelayanannya tidak dapat ditentukan secara
tegas.
Terlepas dari kasus yang
merupakan barang publiK murni, terdapat argument yang menentang pembebanan
tarif pelayanan, yaitu :
1.
Terdapat
kesulitan administrasi dalam menghitung biaya pelayanan
2.
Yang miskin
tidak mampu untuk membayar
Adanya
eksternalitas, merit good dan persyaratan legal
Terdapat
kesulitan administrasi dalam menghitung biaya pelayanan
Penetapan tarif pelayanan
mensyaratkan adanya sistem pencatatan dan pengukuran yang handal (seperti:tarif
jalan tol, meteran untuk air). Hal tersebut dapat meningkatkan biaya penyediaan
pelayanan. Akan tetapi keterukuran membuat penafsiran tarif pelayanan lebih
mudah dibandingkan dengan perhitungan pajak (seperti: menghitung besarnya biaya
untuk air dan listrik lebih mudah dibandingakan dengan menghitung pajak
penghasilan).
Yang miskin tidak mampu untuk membayar
Kesenjangan ekonomi dan
pendapatan yang lebar menyebabkan orang miskin tidak mampu membayar pelayanan
dasar yang mestinya mereka dapatkan, seperti pendidikan, kesehatan, air bersih,
transportasi umum dan bahkan makanan sehat.
Namun, yang menjadi masalah adalah dapatkah kita membuat
daftar kebutuhan dasar secara objektif. Yang penting bagi seseorang belum tentu
penting bagi orang lain, sehingga skala prioritas dan pilihan individu berbeda-beda.
Pilihan yang berbeda-beda tesebut membutuhkan perlakuan yang berbeda-beda pula,
sehingga pembebanan tarif pelayanan dipandang sesuai dengan pilihan kebutuhan
seseorang. Pelayanan publik dapat juga diberikan secara gratis oleh pemerintah,
akan tetapi penyediaan gratis tersebut akan mempengaruhi pilihan individu.
Pemberian beras gratis mungkin tidak pas untuk orang tertentu karena mungkin ia
lebih suka diberi uang untuk membeli pakaian. Keputusan untuk membebankan biaya
pelayanan kepada pelanggan harus dikompensasi dengan pemberian subsidi atau
pemberiian pelayanan gratis.
Penyediaan pelayanan
gratis atau subsidi mungkin sia-sia dan kurang efektif. Apakah subsidi menjamin
dinikmati bagi yang miskin? Mungkin saja subsidi menguntungkan yang kaya jika
dikorupsi oleh birokrasi. Atau justru yang miskin mensubsidi yang kaya. Bila
kita peduli pada golongan miskin, pendekatan terbaik adalah melalui distribusi
pendapatan (lumpsum transfer), tetapi
hal ini sulit dilakukan di Negara berkembang.
Adanya Eksternalitas, Merit Good, Dan Persyaratan Legal.
eksternalitas
positif (spilover effects) misalnya tarif pelayanan yang terlalu tinggi
membuat masyarakat tidak terdorong untuk menggunakannya. Demikian juga barang
yang dianggap sebagai merid good mungkin lebih baik diberikan secara
gratis atau tanpa beban biaya, seperti pendididkan. Selain itu terdapat
peraturan perundang – undangan yang mensyaratkan pemerintah untuk menyediakan
pelayanan tertentu seperti pendidikan dasar 9 tahaun, sehingga kebutuhsan
barabg tersebut biasanya dianggap bebas dari beban masyarakat dan tidak perlu
ditarik tarif pelayanan.
Terdapat
cara alternatif untuk alokasi sumber daya selain dengan pembebanan harga
pelayanan, misalnya melalui pembagian kupon (cards) dan vouchers.
Meskipun metode kupon tersebut menjamin kaum miskin mendapat kesempatan yang
sama, akan tetapi sistem kupon tersebut tidak dapat memenuhi fungsi sistem
harga dan mudah untuk disalahgunakan.
D. PRINSIP
DAN PRAKTEK PEMBEBANAN
Prinsip
dan praktek pembebanan sebagian barang dan jasa yang disediakan pemerintah lebih sesuai dibiayai dengan pembebanan tarif. Semakin dekat suatu pelayanan terkait dengan
barang privat, semakin sesuai barang tersebut dikenai tarif. namun batasan
identifikasi barang privat dan public kadang sulit dan harus dilakukan dengan
dasar tiap pelayanan.
Dalam praktiknya, pelayanan yang gratis secara nominal seringkali sulit dijumpai. Pelayanan gratis menyebabkan insentif rendah, sehingga terkadang kualitas pelayanan menjadi sangat rendah. Misalnya pemberian pelayanan kesehatan gratis biasanya kualitasnya kurang memuaskan.
Kesalahan penetapan tarif pelayanan publik merupakan penyebab utama defisit anggaran di negara berkembang (devas, 1989), pelayanan gratis mengakibatkan insentif yang rendah sehingga kualitas menjadi sangat rendah dan tidak memuaskan.
Dalam praktiknya, pelayanan yang gratis secara nominal seringkali sulit dijumpai. Pelayanan gratis menyebabkan insentif rendah, sehingga terkadang kualitas pelayanan menjadi sangat rendah. Misalnya pemberian pelayanan kesehatan gratis biasanya kualitasnya kurang memuaskan.
Kesalahan penetapan tarif pelayanan publik merupakan penyebab utama defisit anggaran di negara berkembang (devas, 1989), pelayanan gratis mengakibatkan insentif yang rendah sehingga kualitas menjadi sangat rendah dan tidak memuaskan.
E. KEGUNAAN
PEMBEBANAN DALAM PRAKTEK
Praktik pembebanan pelayanan publik berbeda-beda
tiap negara, antara hjasa yang disediakan langsung oleh pemerintah dan yang
disediakan oleh perusahaan milik negara, dan antar pemerintah pusat dan daerah.
Charging for services merupakan alah
satu sumber penerimaan bagi pemerintah daerah tertentu. Pemerintah memperoleh
penerimaan dari beberapa sumber, antara lain :
1.
Pajak
2.
Pembebanan langsung pada masyarakat (Charging for services)
3.
Laba BUMN/BUMD
4.
Penjualan aset milik pemerintah
5.
Hutang
6.
Pembiayaan defisit anggaran (Mencetak
Uang)
Data biaya kadang sulit diperoleh dan sulit
diperbandingkan, terutama antara jasa yang disediakan langsung oleh pemerintah
dan yang disediakan oleh perusahaan milik negara. Pada kasusu perusahaan
negara, hanya net defisit atau surplus yang muncul dalam rekening
pemerintah.
Pada umumnya kita mengharapkan bahwa penyedia barang
publik seperti pertahanan, kesehatan publik dan jasa kepolisian seharusnya
diberikan secara gratis, dalam arti dibiayai dari pajak. Sementara itu,
penyediaan barang privat yaitu jasa untuk mkepentingan individu seperti
listrik, telepon, transportasi umum ditarik sebesar harga pemulihan biaya
totalnya (full cost recovery price).
Untuk barang campuran (mixed/merit good), seperti pendidikan menengah,
penyembuhan kesehatan, sanitasi disediakan melalui pajak dan sebagian dari
tarif.
F. PENETAPAN
HARGA PELAYANAN
Jika pemerintah tidak membebankan biaya pelayanan
kepada konsumennya, maka pemerintah harus memutuskan berapa beban yang pantas
dan wajar atau dengan kata lain berapa harga pelayanan yang akan ditetapkan?
Aturan yang biasa dipakai adalah bahwa beban (Charge) dihitung sebesar total biaya untuk menyediakan pelayanan
tersebut (Full cost recovery). Akan
tetapi untuk menghitung biaya total tersebut terdapat beberapa kesulitan,
karena :
1. Kita
tidak tahu secara tepat berapa biaya total (full
cost) untuk menyediakan suatu pelayanan. Oleh karena itu, kita perlu
memperhitungkan semua biaya sehingga dapat mengindentifikasi biaya secara tepat
untuk setiap jenis pelayanan. Amun tidak boleh terjadi pencampuradukan biaya
untuk pelayanan yang berbeda atau harus ada prinsip different costs for different purposes. Biaya overhead harus
dibebankan secara proporsional terhadap berbagai pelayanan. Selain itu juga
harus diidentifikasi adanya biaya-biaya tersembunyi (hidden costs) dalam penyediaan pelayanan publik. Hidden costs juga terkait dengan biaya
birokrasi ( costs of bureaucracy).
2. Sangat
sulit mengukur jumlah yang dikonsumsi.
Karena jumlah biaya untuk melayani
sau orang dengan orang lain berbeda-beda, maka diperlukan pembedaan pembebanan
tarif pelayanan, sebagai contoh diperlukan biaya tambahan untuk pengumpulan
sampah dari lokasi rumah yang sulit dijangkau atau memiliki jarak yang jauh.
Jika hal ini dilakukan maka akan terlihat tidak adil, meskipun untuk hal
tertentu. Misalnya : bus kota, jarak jauh maupun dekat dikenai tarif sama.
Namun yang jelas, pada prinsipnya pembebanan harus merefleksikan biaya total (full cost) untuk menyediakan pelayanan tersebut.
3. Pembebanan
tidak memperhitungkan kemampuan masyarakat untuk membayar. Jika orang
miskintidak mampu membayar suatu pelayanan yang sebenarnya vital, maka mereka
harus disubsidi. Mungkin perlu dibuat diskriminasi harga atau diskriminasi
produk untuk menghindari subsidi.
4. Biaya
apa saja yang harus diperhitungkan : apakah hanya biaya operasi langsung (currnt operation costs), atau perlu juga
diperhitungkan biaya modal (capital costs).
Aturan umumnya adalah bahwa kita harus memasukkan bukan saja biaya operasi dan
pemeliharaan, akan tetapi juga biaya penggantian barang modal yang sudah usang
(kadaluwarsa), dan biaya penambahan kapasitas. Prinsip tersebut disebut marginal costs pricing.
Ahli ekonomi
umumnya menganjurkan untuk menggunakan marginal
costs pricing, yaitu tarif yang dipungut seharusnya sama dengan biaya untuk
melayani konsumen tambahan (costs of
serving the marginal consumer). Harga tersebut adalah harga yang juga
berlaku dalam pasar persaingan untuk pelayanan tersebut. Marginal costs pricing mengacu pada harga pasar yang paling efisien
(economically efficient price),
karena pada tingkat harga tersebut (ceteris
paribus) akan memaksimalkan manfaat ekonomi dan penggunaan sumber daya yang
terbaik. Masyarakat akan memperoleh peningkatan output dari barang atau jasa
sampai titik dimana marginal costs
sama dengan harga.
Penetapan harga pelayanan
publik dengan menggunakan marginal cost pricing, setidaknya harus
memperhitungkan :
1.
Operasi biaya
variabel (variable operating cost)
2.
Semi variable overhead cost seperti biaya modal atas aktiva yang digunakan
untuk memberikan pelayanan.
3.
Biaya
penggantian atas aset modal yang digunakan dalan penyediaan pelayanan
4.
Biaya
penambahan aset modal yang digunakan untuk memenuhi tambahan permintaan.
Akan tetapi, marginal cost pricing tidak
memperhitungkan pure historic capital
cost atau pure overhead cost,
yang tidak terkait sama sekali dengan penggunaan jasa. Contoh kasus klasik dari
historical cost adalah seperti
jembatan penyebrangan. Marginal cost
pricing menganjurkan tidak ada biaya yang ditarik atas jasa penyebrangan
karena marginal cost yang ada nol.
Memungut biaya penyebrangan sehingga menimbulkan kapasitas menganggur atas
jembatan tersebut, ini akan mengurangi total
economic benefit.
Sebaliknya, marginal cost untuk menyediakan rumah
tidak sama dengan nol, karena sejak ditempati kapasitas ruang yang sudah
digunakan, sehingga marginal cost-nya
sama dengan biaya untuk menyediakan rumah pengganti dan biaya pemeliharaan.
Contoh : penyediaan air, marginal cost-nya misalnya :
a.
Tambahan air
yang dikonsumsi
b.
Tambahan jarak
yang diambil
c.
Pemasangan
pipa besar untuk industri
G. PERMASALAHAN
MARGINAL COST PRICING
Penggunaan marginal cost pricing memiliki beberapa
permasalahan, antara lain :
1.
Sulit untuk
memperhitungkan secara tepat marginal
cost untuk jasa tertentu, dalam praktik, kadang biaya rata-rata (average cost) digunakan sebagai
pengganti walau hal ini menyimpang dari syarat ekonomis dan efisiensi. Juga
terdapat masalah pengukuran dan pengumpulan data biaya yang membuat marginal cost sulit diimplementasikan.
2.
Apakah harga
seharusnya didasarkan pada biaya marginal jangka pendek (short run MC) atau biaya marginal jangka panjang (long run marginal cost). Dalam kasus
penyediaan air, akan timbul suatu titik ketika marginal consumer memerlukan pabrik baru. Tidak mungkin
mengharapkan konsumen menanggung full
cost sendirian.
3.
Marginal cost pricing bukan berarti full
cost recovery. Historic capital cost tidak mungkin dipulihkan, demikian
juga full operating cost. Ketika
sumber daya yang terbatas, kegagalan untuk menutup biaya menimbulkan adanya
penghematan yang dikorbankan (opportunity
loss) dalam pemakaian alternative sumber daya tersebut. Kerugian tersebut
harus diukur dengan efisiensi yang dikorbankan (efficiency loss) yang berasal dari penaikan harga di atas marginal cost.
4.
Konsep
kewajaran digunakan untuk menunjukkan :
1.
Hanya mereka
yang menerima manfaat yang membayar.
2.
Semua konsumen
membayar sama tanpa memandang perbedaan biaya dalam menyediakan pelayanan
tersebut.
5.
Ekternalitas
konsumsi, seperti manfaat kesehatan umum dari air bersih untuk minum dan mandi
dapat secara signifikan merubah “efisiensi harga” yang ditentukan oleh marginal cost.
6.
Pertimbangan
ekuitas mensyaratkan yang kaya membayar lebih, paling tidak untuk jasa seperti
air, dimana terdapat beberapa macam bentuk diskriminasi harga, (seperti tarif
progesif) yang mungkin digunakan.
H. KOMPLEKSITAS
STRATEGI HARGA
1.
Two-part tariffs : banyak kepentingan public (seperti listrik) dipungut dengan two-part tariffs, yaitu fixed charge untuk menutupi biaya overhead atau biaya infrastruktur dan variable charge yang didasarkan atas
besarnya konsumsi.
2.
Peak-load tariffs : pelayanan publik dipungut berdasarkan tarif tertinggi. Permasalahannya
adalah beban tertinggi, membutuhkan tambahan kapasitas yang disediakan, tarif tertinggi untuk
periode puncak yang harus menggambarkan higher
marginal cost (seperti telepon dan transportasi umum).
3.
Diskriminasi
harga. Hal ini adalah salah satu cara untuk mengakomodasikan pertimbangan
keadilan (equity) melalui kebijakan
penetapan harga. Jika kelompok dengan pendapatan berbeda dapat diasumsikan
memiliki pola permintaan yang berbeda, pelayanan yang diberikan kepada kelompok
dengan pendapatan tinggi. Hal tersebut tergantung dari kemampuan mencegah orang
kaya menggunakan pelayanan yang dimaksudkan untuk orang miskin.
4.
Full cost recovery. Harga pelayanan didasarkan pada biaya penuh atau biaya total untuk
menghasilkan pelayanan. Penetapan harga berdasarkan biaya penuh atas pelayanan
publik perlu mempertimbangkan keadilan (equity)
dan kemampuan publik untuk membayar.
5.
Harga diatas marginal cost. Dalam beberapa kasus,
sengaja ditetapkan harga diatas marginal
cost, seperti tarif parker mobil, adanya beberapa biaya perijinan atau licence fee.
I.
TAKSIRAN BIAYA
Penentuan harga dengan
teknik apapun yang digunakan pada dasarnya adalah mendasarkan pada usaha
penaksiran biaya secara akurat. Hal ini melibatkan beberapa pertimbangan
sebagai berikut :
a.
Opportunity cost untuk staf, perlengkapan, dll.
b. Opportunity
cost of capital
c.
Accounting price untuk input ketika harga pasar tidak menunjukkan value to society (opportunity cost)
d.
Pooling, ketika biaya berbeda-beda antara setiap individu
e.
Cadangan
inflasi
Pelayanan menyebabkan unit
kerja harus memiliki data biaya yang akurat agar dapat mengestimasi marginal cost, sehingga dapat ditetapkan
harga pelayanan yang tepat. Prinsip biaya memberikan dasar yang bermanfaat
untuk penentuan harga di sektor publik. Marginal
cost pricing bukan merupakan satu-satunya dasar untuk penetapan harga di sektor
publik. Digunakan MC pricing atau
tidak, yang jelas harus ada kebijakan yang jelas mengenai harga pelayanan yang
mampu menunjukkan biaya secara akurat dan mampu mengidentifikasi skala subsidi
publik.
J.
IKHTISAR
Penyediaan pelayanan
publik dapat dibiayai melalui dua sumber, yaitu pajak dan penbebanan langsung
kepada masyarakat sebagai konsumen jasa public (charging for services). Pembebanan tarif dilakukan karena alasan
efisiensi ekonomi, untuk memperoleh keuntungan dank arena adanya barang privat
dan barang publik yang perlu diatur penggunaannya secara proporsional dan
memenuhi asas keadilan.
Pembebanan pelayanan
publik merupakan salah satu sumber penerimaan bagi pemerintah selain pajak,
penjualan asset milik pemerintah, utang dan laba BUMN/BUMD. Masalah utama dalam
pembebanan pelayanan publik adalah menentukan beberapa harga yang harus
dibebankan. Aturan yang bias dipakai adalah beban dihitung sebesar total biaya
untuk menyediakan pelayanan tersebut. Dalam menentukan harga pelayanan publik
juga dianut konsep different cost for
different purpose yaitu membedakan cost untuk pelayanan yang berbeda.
Masalah lain adalah adanya hidden cost
yang menyulitkan dalam mengetahui total cost. Kesulitan untuk menghitung biaya
total adalah karena sulit mengukur jumlah yang dikonsumsi dan perbedaan jumlah
biaya untuk melayani masing-masing orang. Pembebanan tidak memperhitungkan
kemampuan mayarakat untuk membayar dan biaya apa saja yang diperhitungkan
sehingga untuk memudahkan digunakan konsep current
cost operation, capital cost, dan marginal
cost (biaya penambahan kapasitas).
Marginal cost pricing menganut
prinsip bahwa tarif yang dipungut seharusnya sama dengan biaya untuk melayani
tambahan konsumen. Marginal cost pricing
memperhatikan biaya operasi variabel, semi variabel overhead cost, biaya penggantian atas asset modal dan biaya
penambahan asset modal yang digunakan untuk memenuhi tambahan permintaan. Namun
demikian, konsep marginal cost pricing
juga mengahadapi berbagai kendala. Oleh karena itu perlu ditemukan metoda
terbaik untuk menetapkan harga pelayanan publik.
DAFTAR PUSTAKA
Mardiasmo.2004. Akuntansi Sektor Publik:Penentuan Harga Pelayanan
Publik. Edisi IV. Yogyakarta : Andi Offset.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar