Minggu, 07 Oktober 2012

Akuntansi Sektor Publik : Penentuan Harga Pelayanan Publik


PENENTUAN HARGA PELAYANAN PUBLIK

A.      PENDAHULUAN
Salah satu tugas pokok pemerintah adalah memberikan pelayanan kepada masyarakat (public services). Pemberian pelayanan public pada dasarnya dibiayai melalui 2 sumber, yaitu :
1.      Pajak
2.      Pembebanan langsung kepada masyarakat sebagai konsumen jasa public.
Jika pelayanan public dibiayai dengan pajak, maka setiap wajib pajak harus membayar tanpa mempedulikan apakah dia menikmati secara langsung jasa public tersebut atau tidak. Hal tersebut dikarenakan pajak merupakan iuran masyarakat kepada negara yang tidak memiliki jasa timbal balik (kontraprestasi) individual yang secara langsung dapat dinikmati oleh pembayar pajak. Jika pelayanan public dibiayai melalui pembebanan langsung, maka yang membayar hanyalah mereka yang memanfaatkan jasa pelayanan public tersebut, sedangkan yang tidak menggunakan tidak diwajibkan untuk membayar.  Permasalahan yang kemudian muncul adalah apakah suatu pelayanan public lebih baik dibiayai melalui pajak atau dengan pembebanan langsung kepada konsumen.


B.       PELAYANAN PUBLIK YANG DAPAT DIJUAL
Dalam memberikan memberikan pelayanan public, pemerintahan dapat dibenarkan menarik tarif untuk pelayanan tertentu baik secara langsung atau tidak langsung melalui perusahaan milik pemerintah. Beberapa pelayanan public yang dapat dibebankan tarif pelayanan misalnya :
1.      Penyediaan air bersih.
2.      Transportasi public.
3.      Jasa pos dan telekomunikasi.
4.      Energy  dan listrik.
5.      Perumahan rakyat.
6.      Fasilitas rekreasi (pariwisata).
7.      Pendidikan.
8.      Jalan tol.
9.      Irigasi.
10.  Jasa pemadaman kebakaran.
11.  Pelayanan kesehatan.
12.  Pengolahan sampah/limbah.

Pembebanan tarif pelayanan public kepada konsumen dapat dibenarkan karena beberapa alasan, yaitu :
1.      Adanya Barang Privat Dan Barang Public
Terdapat 3 jenis barang yang menjadi kebutuhan masyarakat, yaitu :
a.       Barang privat
Yaitu barang-barang kebutuhan masyarakat yang manfaat barang atau jasa tersebut hanya dinikmati secara individual oleh yang membelinya, sedangkan yang tidak mengkonsumsi tidak dapat menikmati barang/jasa tersebut.
Contoh : makanan, listrik dan telepon.
b.      Barang publik
Yaitu barang-barang kebutuhan masyarakat yang manfaatnya dinikmati oleh seluruh masyarakat secara bersama-sama.
Contoh : pertahanan nasional, pengendalian penyakit, jasa polisi.
c.       Campuran antara barang privat dan public
Terdapat beberapa barang dan jasa yang merupakan campuran antara barang privat dan barang public. Karena, meskipun dikonsumsi secara individual seringkali masyarakat secara umum juga membutuhkan barang dan jasa tersebut. Contoh : pendidikan, pelayanan kesehatan, transportasi public, dan air bersih. Barang –barang tersebut sering disebut dengan merit good karena semua orang membutuhkannya akan tetapi tidak semua orang bisa mendapatkan barang dan jasa tersebut. Untuk memenuhi kebutuhan barang tersebut pemerintah dapat menyediakannya secara langsung (direct public privision), memberikan subsidi, atau mengontrakkan ke pihak swasta. Sebagai contoh pendidikan, meskipun pemerintah bertanggungjawab untuk menyediakan pendidikan, namun bukan berarti barang tersebut sebagai pure public good yang harus dibiayai semuanya dengan pajak dan dilaksanakan sendiri oleh pemerintah. Dapat saja sektor swasta terlibat dalam penyediaan pelayanan pendidikan tersebut.

Pada tataran praktek, terdapat kesulitan membedakan barang public dan barang barang privat. Beberapa sebab kesulitan membedakan barang public dengan barang privat tersebut antara lain :
1)      Batasan antara barang public dan barang privat sulit untuk ditentukan.
2)      Terdapat barang dan jasa yang merupakan barang/jasa public, tapi dalam penggunaannya tidak dapat dihindari keterlibatan beberapa elemen pembebanan langsung. Contohnya adalah biaya pelayanan medis, tariff obat-obatan, dan air. Pembebanan terhadap pemanfaatan barang tersebut memaksa orang untuk berhati-hati dalam mengkonsumsi sumber-sumber yang mahal atau langka.
3)      Terdapat kecenderungan untuk membebankan tarif  pelayanan daripada membebankan pajak karena pembebanan tarif lebih mudah pengumpulkannya. Jika digunakan pajak, maka akan terdapat kesulitan dalam menentukan besar pajakyang pantas dan cukup. Sedangkan jika digunakan pembebanan tarif pelayanan, orang harus membayar untuk memperoleh jasa yang diinginkannya, dan mungkin bersedia untuk membayar lebih tinggi dibandingkan dengan tarif pajak. Terdapat argument yang menyatakan bahwa pembebanan pada dasarnya demokratis karena orang dapat memilih barang apa yang ingin mereka bayar dan apa yang tidak mereka inginkan, sehingga pola pengeluaran public dapat diarahkan menurut pilihan mereka.

 Biasanya terdapat anggapan bahwa dalam suatu sistem ekonomi campuran (mixed economy), barang privat lebih baik disediakan oleh pihak swasta (privat market) dan barang public lebih baik diberikan secara kolektif oleh pemerintah yang dibiayai melalui pajak. Namun demikian, tidak menutup kemungkinan pemerintah menyerahkan penyediaan barang public kepada sektor swasta melalui regulasi, subsidi, atau sistem kontrak.
Jika manfaat dirasakan secara perorangan, seperti listrik,telepon, dan air bersih, maka untuk memperoleh barang-barang tersebut masyarakat biasanya dibebani dengan tarif untuk penyediaan kebutuhan tersebut. Jika manfaat dirasakan secara umum, karena spillover effects (eksternalitas positif), yang tidak bisa dihilangkan dan pasti ada seperti pertahanan dan pengendalian kesehatan, maka pendanaan untuk hal-hal tersebut lebih tepat didanai lewat pajak.
Dalam hal penyediaan pelayanan public, yang perlu diperhatikan adalah :
1.    Identifikasi barang/jasa yang menjadi kebutuhan masyarakat (apakah barang public atau privat)
2.    Siapa yang lebih berkompeten (lebih efisien) untuk menyediakan kebutuhan public tersebut (pemerintah atau swasta)
3.    Dapatkah penyediaan pelayanan public tertentu diserahkan kepada sektor swasta dan sektor ketiga
4.    Pelayanan public apa saja yang tidak harus dilakukan oleh pemerintah namun dapat ditangani oleh swasta.
Pola hubungan tersebut dapat digambarkan sebagai berikut :
 


 






 Pelayanan publik yang dibebani tarif pelayanan langsung:
Penyediaan Air Bersih
Transportasi Publik
Jasa Pos & Telekomunikasi
Energi & Listrik
Perumahan
Rekreasi/Wisata
Pendidikan
Irigasi
Pemadam Kebakaran
Kesehatan
Pengelolaan Limbah/Sampah
Jalan Tol

2.      Efisiensi Ekonomi
Ketika setiap individu bebas menentukan banyaknya barang dan jasa yang mereka ingin konsumsi , mekanisme harga memiliki perang penting dalam mengalokasikan sumber daya melalui :
a.  Pendistribusian permintaan, pihak yang mendapatkan manfaat paling banyak harus membayar lebih banyak pula.
b.  Pemberian insentif untuk menghindari       pemborosan.
c.  Pemberian insentif pada suplier berkaitan dengan             skala produksi.
d.  Penyediaan sumber daya padasupplier  untuk       mempertahankan dan meningkatkan persediaan        jasa     (supply of servise).

-       Untuk public goods, pemerintah lebih baik menetapkan harga di bawah harga normalnya (full price) atau bahkan tanpa dipungut biaya.
-       Mekanisme pembebanan tarif pelayanan merupakan satu cara menciptakan keadilan dalam distribusi pelayanan publik.

3.       Prinsip Keuntungan
          Ketika pelayanan tidak dinikmati oleh semua orang, pembebanan langsung kepada masyarakat yang menerima jasa tersebut dianggap “wajar” bila didasarkan prinsip bahwa yang tidak menikmati manfaat tidak perlu membayar. Jadi pembebanan hanya dikenakan kepada masyarakat  atau mereka yang diuntungkan kepada pelayanan tersebut. Pemerintah tidak boleh melakukan maksimisasi keuntungan bahkan lebih baik menetapkan harga di bawah full price, subsidi, bahkan tanpa dipungut biaya. Fee adalah biaya atas perijinan atau lisensi yang diberikan pemerintah.
Biaya perijinan/lisensi relatif kecil, umumnya berupa biaya administrasi & pengaawasan, yang didasarkan pada:
a.         Kategori perijinan yang dilakukan.
b.        Ada tidaknya keuntungan yg diperoleh pemegang ijin/lisensi atas ijin/lisensi yang dimiliki.

C.      ARGUMEN TERHADAP TARIF PEMBEBANAN PELAYANAN
Dalam praktik, pembebanan langsung (direct charging) biasanya ditentukan karena alasan-alasan sebagai berikut :
1.      Suatu jasa, baik merupakan barang publik maupun barang privat, mungkin tidak dapat diberikan kepada setiap orang, sehingga tidak adil bila biayanya dibebankan kepada semua masyarakat melalui pajak, sementara mereka tidak menikmati jasa tersebut.
2.      Suatu pelayanan mungkin membutuhkan sumber daya yang mahal atau langka sehingga konsumsi publik harus didisiplinkan (hemat), misalnya pembebanan terhadap penggunaan air dan obat-obatan medis.
3.      Terdapat variasi dalam konsumsi individual yang lebih berhubungan dengan pilihan daripada kebutuhan, misalnya penggunaan fasilitas rekreasi.
4.      Suatu jasa mungkin digunakan untuk operasi komersial yang menguntukan dan untuk memenuhi kebutuhan domestic secara individual maupun industrial, misalnya air, listrik, jasa pos dan telepon.
5.      Pembebanan dapat digunakan untuk mengetahui arah dan skala permintaan publik atas suatu jasa apabila jenis dan standar pelayanannya tidak dapat ditentukan secara tegas.
Terlepas dari kasus yang merupakan barang publiK murni, terdapat argument yang menentang pembebanan tarif pelayanan, yaitu :
1.      Terdapat kesulitan administrasi dalam menghitung biaya pelayanan
2.      Yang miskin tidak mampu untuk membayar

Adanya eksternalitas, merit good dan persyaratan legal
Terdapat kesulitan administrasi dalam menghitung biaya pelayanan
Penetapan tarif pelayanan mensyaratkan adanya sistem pencatatan dan pengukuran yang handal (seperti:tarif jalan tol, meteran untuk air). Hal tersebut dapat meningkatkan biaya penyediaan pelayanan. Akan tetapi keterukuran membuat penafsiran tarif pelayanan lebih mudah dibandingkan dengan perhitungan pajak (seperti: menghitung besarnya biaya untuk air dan listrik lebih mudah dibandingakan dengan menghitung pajak penghasilan).

Yang  miskin tidak mampu untuk membayar
Kesenjangan ekonomi dan pendapatan yang lebar menyebabkan orang miskin tidak mampu membayar pelayanan dasar yang mestinya mereka dapatkan, seperti pendidikan, kesehatan, air bersih, transportasi umum dan bahkan makanan sehat.
Namun, yang  menjadi masalah adalah dapatkah kita membuat daftar kebutuhan dasar secara objektif. Yang penting bagi seseorang belum tentu penting bagi orang lain, sehingga skala prioritas dan pilihan individu berbeda-beda. Pilihan yang berbeda-beda tesebut membutuhkan perlakuan yang berbeda-beda pula, sehingga pembebanan tarif pelayanan dipandang sesuai dengan pilihan kebutuhan seseorang. Pelayanan publik dapat juga diberikan secara gratis oleh pemerintah, akan tetapi penyediaan gratis tersebut akan mempengaruhi pilihan individu. Pemberian beras gratis mungkin tidak pas untuk orang tertentu karena mungkin ia lebih suka diberi uang untuk membeli pakaian. Keputusan untuk membebankan biaya pelayanan kepada pelanggan harus dikompensasi dengan pemberian subsidi atau pemberiian pelayanan  gratis.
Penyediaan pelayanan gratis atau subsidi mungkin sia-sia dan kurang efektif. Apakah subsidi menjamin dinikmati bagi yang miskin? Mungkin saja subsidi menguntungkan yang kaya jika dikorupsi oleh birokrasi. Atau justru yang miskin mensubsidi yang kaya. Bila kita peduli pada golongan miskin, pendekatan terbaik adalah melalui distribusi pendapatan (lumpsum transfer), tetapi hal ini sulit dilakukan di Negara berkembang.

Adanya Eksternalitas,  Merit Good,  Dan Persyaratan Legal.
eksternalitas positif (spilover effects) misalnya tarif pelayanan yang terlalu tinggi membuat masyarakat tidak terdorong untuk menggunakannya. Demikian juga barang yang dianggap sebagai merid good mungkin lebih baik diberikan secara gratis atau tanpa beban biaya, seperti pendididkan. Selain itu terdapat peraturan perundang – undangan yang mensyaratkan pemerintah untuk menyediakan pelayanan tertentu seperti pendidikan dasar 9 tahaun, sehingga kebutuhsan barabg tersebut biasanya dianggap bebas dari beban masyarakat dan tidak perlu ditarik tarif pelayanan.
Terdapat cara alternatif untuk alokasi sumber daya selain dengan pembebanan harga pelayanan, misalnya melalui pembagian kupon (cards) dan vouchers. Meskipun metode kupon tersebut menjamin kaum miskin mendapat kesempatan yang sama, akan tetapi sistem kupon tersebut tidak dapat memenuhi fungsi sistem harga dan mudah untuk disalahgunakan.



D.      PRINSIP DAN PRAKTEK PEMBEBANAN
Prinsip dan praktek pembebanan sebagian barang dan jasa yang disediakan pemerintah lebih sesuai dibiayai dengan pembebanan tarif. Semakin dekat suatu pelayanan terkait dengan barang privat, semakin sesuai barang tersebut dikenai tarif. namun batasan identifikasi barang privat dan public kadang sulit dan harus dilakukan dengan dasar tiap pelayanan.
Dalam praktiknya, pelayanan yang gratis secara nominal seringkali sulit dijumpai. Pelayanan gratis menyebabkan insentif rendah, sehingga terkadang kualitas pelayanan menjadi sangat rendah. Misalnya pemberian pelayanan kesehatan gratis biasanya kualitasnya kurang memuaskan.
Kesalahan penetapan tarif pelayanan publik merupakan penyebab utama defisit anggaran di negara berkembang (devas, 1989), pelayanan gratis mengakibatkan insentif yang rendah sehingga kualitas menjadi sangat rendah dan tidak memuaskan.


E.       KEGUNAAN PEMBEBANAN DALAM PRAKTEK
Praktik pembebanan pelayanan publik berbeda-beda tiap negara, antara hjasa yang disediakan langsung oleh pemerintah dan yang disediakan oleh perusahaan milik negara, dan antar pemerintah pusat dan daerah. Charging for services merupakan alah satu sumber penerimaan bagi pemerintah daerah tertentu. Pemerintah memperoleh penerimaan dari beberapa sumber, antara lain :
1.      Pajak
2.      Pembebanan langsung pada masyarakat (Charging for services)
3.      Laba BUMN/BUMD
4.      Penjualan aset milik pemerintah
5.      Hutang
6.      Pembiayaan defisit anggaran (Mencetak Uang)
Data biaya kadang sulit diperoleh dan sulit diperbandingkan, terutama antara jasa yang disediakan langsung oleh pemerintah dan yang disediakan oleh perusahaan milik negara. Pada kasusu perusahaan negara, hanya net defisit atau surplus yang muncul dalam rekening pemerintah.
Pada umumnya kita mengharapkan bahwa penyedia barang publik seperti pertahanan, kesehatan publik dan jasa kepolisian seharusnya diberikan secara gratis, dalam arti dibiayai dari pajak. Sementara itu, penyediaan barang privat yaitu jasa untuk mkepentingan individu seperti listrik, telepon, transportasi umum ditarik sebesar harga pemulihan biaya totalnya (full cost recovery price). Untuk barang campuran (mixed/merit good), seperti pendidikan menengah, penyembuhan kesehatan, sanitasi disediakan melalui pajak dan sebagian dari tarif.

F.       PENETAPAN HARGA PELAYANAN
Jika pemerintah tidak membebankan biaya pelayanan kepada konsumennya, maka pemerintah harus memutuskan berapa beban yang pantas dan wajar atau dengan kata lain berapa harga pelayanan yang akan ditetapkan? Aturan yang biasa dipakai adalah bahwa beban (Charge) dihitung sebesar total biaya untuk menyediakan pelayanan tersebut (Full cost recovery). Akan tetapi untuk menghitung biaya total tersebut terdapat beberapa kesulitan, karena :
1.    Kita tidak tahu secara tepat berapa biaya total (full cost) untuk menyediakan suatu pelayanan. Oleh karena itu, kita perlu memperhitungkan semua biaya sehingga dapat mengindentifikasi biaya secara tepat untuk setiap jenis pelayanan. Amun tidak boleh terjadi pencampuradukan biaya untuk pelayanan yang berbeda atau harus ada prinsip different costs for different purposes. Biaya overhead harus dibebankan secara proporsional terhadap berbagai pelayanan. Selain itu juga harus diidentifikasi adanya biaya-biaya tersembunyi (hidden costs) dalam penyediaan pelayanan publik. Hidden costs juga terkait dengan biaya birokrasi ( costs of bureaucracy).
2.    Sangat sulit mengukur jumlah yang dikonsumsi.
Karena jumlah biaya untuk melayani sau orang dengan orang lain berbeda-beda, maka diperlukan pembedaan pembebanan tarif pelayanan, sebagai contoh diperlukan biaya tambahan untuk pengumpulan sampah dari lokasi rumah yang sulit dijangkau atau memiliki jarak yang jauh. Jika hal ini dilakukan maka akan terlihat tidak adil, meskipun untuk hal tertentu. Misalnya : bus kota, jarak jauh maupun dekat dikenai tarif sama. Namun yang jelas, pada prinsipnya pembebanan harus merefleksikan biaya total (full cost) untuk menyediakan pelayanan tersebut.
3.    Pembebanan tidak memperhitungkan kemampuan masyarakat untuk membayar. Jika orang miskintidak mampu membayar suatu pelayanan yang sebenarnya vital, maka mereka harus disubsidi. Mungkin perlu dibuat diskriminasi harga atau diskriminasi produk untuk menghindari subsidi.
4.    Biaya apa saja yang harus diperhitungkan : apakah hanya biaya operasi langsung (currnt operation costs), atau perlu juga diperhitungkan biaya modal (capital costs). Aturan umumnya adalah bahwa kita harus memasukkan bukan saja biaya operasi dan pemeliharaan, akan tetapi juga biaya penggantian barang modal yang sudah usang (kadaluwarsa), dan biaya penambahan kapasitas. Prinsip tersebut disebut marginal costs pricing.

Ahli ekonomi umumnya menganjurkan untuk menggunakan marginal costs pricing, yaitu tarif yang dipungut seharusnya sama dengan biaya untuk melayani konsumen tambahan (costs of serving the marginal consumer). Harga tersebut adalah harga yang juga berlaku dalam pasar persaingan untuk pelayanan tersebut. Marginal costs pricing mengacu pada harga pasar yang paling efisien (economically efficient price), karena pada tingkat harga tersebut (ceteris paribus) akan memaksimalkan manfaat ekonomi dan penggunaan sumber daya yang terbaik. Masyarakat akan memperoleh peningkatan output dari barang atau jasa sampai titik dimana marginal costs sama dengan harga.
Penetapan harga pelayanan publik dengan menggunakan marginal cost pricing, setidaknya harus memperhitungkan :
1.      Operasi biaya variabel (variable operating cost)
2.      Semi variable overhead cost seperti biaya modal atas aktiva yang digunakan untuk memberikan pelayanan.
3.      Biaya penggantian atas aset modal yang digunakan dalan penyediaan pelayanan
4.      Biaya penambahan aset modal yang digunakan untuk memenuhi tambahan permintaan.
Akan tetapi, marginal cost pricing tidak memperhitungkan pure historic capital cost atau pure overhead cost, yang tidak terkait sama sekali dengan penggunaan jasa. Contoh kasus klasik dari historical cost adalah seperti jembatan penyebrangan. Marginal cost pricing menganjurkan tidak ada biaya yang ditarik atas jasa penyebrangan karena marginal cost yang ada nol. Memungut biaya penyebrangan sehingga menimbulkan kapasitas menganggur atas jembatan tersebut, ini akan mengurangi total economic benefit.
Sebaliknya, marginal cost untuk menyediakan rumah tidak sama dengan nol, karena sejak ditempati kapasitas ruang yang sudah digunakan, sehingga marginal cost-nya sama dengan biaya untuk menyediakan rumah pengganti dan biaya pemeliharaan.
Contoh : penyediaan air, marginal cost-nya misalnya :
a.       Tambahan air yang dikonsumsi
b.      Tambahan jarak yang diambil
c.       Pemasangan pipa besar untuk industri










G.      PERMASALAHAN MARGINAL COST PRICING
Penggunaan marginal cost pricing memiliki beberapa permasalahan, antara lain :
1.      Sulit untuk memperhitungkan secara tepat marginal cost untuk jasa tertentu, dalam praktik, kadang biaya rata-rata (average cost) digunakan sebagai pengganti walau hal ini menyimpang dari syarat ekonomis dan efisiensi. Juga terdapat masalah pengukuran dan pengumpulan data biaya yang membuat marginal cost sulit diimplementasikan.
2.      Apakah harga seharusnya didasarkan pada biaya marginal jangka pendek (short run MC) atau biaya marginal jangka panjang (long run marginal cost). Dalam kasus penyediaan air, akan timbul suatu titik ketika marginal consumer memerlukan pabrik baru. Tidak mungkin mengharapkan konsumen menanggung full cost sendirian.
3.      Marginal cost pricing bukan berarti full cost recovery. Historic capital cost tidak mungkin dipulihkan, demikian juga full operating cost. Ketika sumber daya yang terbatas, kegagalan untuk menutup biaya menimbulkan adanya penghematan yang dikorbankan (opportunity loss) dalam pemakaian alternative sumber daya tersebut. Kerugian tersebut harus diukur dengan efisiensi yang dikorbankan (efficiency loss) yang berasal dari penaikan harga di atas marginal cost.
4.      Konsep kewajaran digunakan untuk menunjukkan :
1.      Hanya mereka yang menerima manfaat yang membayar.
2.      Semua konsumen membayar sama tanpa memandang perbedaan biaya dalam menyediakan pelayanan tersebut.
5.      Ekternalitas konsumsi, seperti manfaat kesehatan umum dari air bersih untuk minum dan mandi dapat secara signifikan merubah “efisiensi harga” yang ditentukan oleh marginal cost.
6.      Pertimbangan ekuitas mensyaratkan yang kaya membayar lebih, paling tidak untuk jasa seperti air, dimana terdapat beberapa macam bentuk diskriminasi harga, (seperti tarif progesif) yang mungkin digunakan.


H.      KOMPLEKSITAS STRATEGI HARGA
1.      Two-part tariffs : banyak kepentingan public (seperti listrik) dipungut dengan two-part tariffs, yaitu fixed charge untuk menutupi biaya overhead atau biaya infrastruktur dan variable charge yang didasarkan atas besarnya konsumsi.
2.      Peak-load tariffs : pelayanan publik dipungut berdasarkan tarif tertinggi. Permasalahannya adalah beban tertinggi, membutuhkan tambahan kapasitas  yang disediakan, tarif tertinggi untuk periode puncak yang harus menggambarkan higher marginal cost (seperti telepon dan transportasi umum).
3.      Diskriminasi harga. Hal ini adalah salah satu cara untuk mengakomodasikan pertimbangan keadilan (equity) melalui kebijakan penetapan harga. Jika kelompok dengan pendapatan berbeda dapat diasumsikan memiliki pola permintaan yang berbeda, pelayanan yang diberikan kepada kelompok dengan pendapatan tinggi. Hal tersebut tergantung dari kemampuan mencegah orang kaya menggunakan pelayanan yang dimaksudkan untuk orang miskin.
4.      Full cost recovery. Harga pelayanan didasarkan pada biaya penuh atau biaya total untuk menghasilkan pelayanan. Penetapan harga berdasarkan biaya penuh atas pelayanan publik perlu mempertimbangkan keadilan (equity) dan kemampuan publik untuk membayar.
5.      Harga diatas marginal cost. Dalam beberapa kasus, sengaja ditetapkan harga diatas marginal cost, seperti tarif parker mobil, adanya beberapa biaya perijinan atau licence fee.








I.         TAKSIRAN BIAYA
Penentuan harga dengan teknik apapun yang digunakan pada dasarnya adalah mendasarkan pada usaha penaksiran biaya secara akurat. Hal ini melibatkan beberapa pertimbangan sebagai berikut :
a.       Opportunity cost untuk staf, perlengkapan, dll.
b.      Opportunity cost of capital
c.       Accounting price untuk input ketika harga pasar tidak menunjukkan value to society (opportunity cost)
d.      Pooling, ketika biaya berbeda-beda antara setiap individu
e.       Cadangan inflasi
Pelayanan menyebabkan unit kerja harus memiliki data biaya yang akurat agar dapat mengestimasi marginal cost, sehingga dapat ditetapkan harga pelayanan yang tepat. Prinsip biaya memberikan dasar yang bermanfaat untuk penentuan harga di sektor publik. Marginal cost pricing bukan merupakan satu-satunya dasar untuk penetapan harga di sektor publik. Digunakan MC pricing atau tidak, yang jelas harus ada kebijakan yang jelas mengenai harga pelayanan yang mampu menunjukkan biaya secara akurat dan mampu mengidentifikasi skala subsidi publik.


J.        IKHTISAR
Penyediaan pelayanan publik dapat dibiayai melalui dua sumber, yaitu pajak dan penbebanan langsung kepada masyarakat sebagai konsumen jasa public (charging for services). Pembebanan tarif dilakukan karena alasan efisiensi ekonomi, untuk memperoleh keuntungan dank arena adanya barang privat dan barang publik yang perlu diatur penggunaannya secara proporsional dan memenuhi asas keadilan.
Pembebanan pelayanan publik merupakan salah satu sumber penerimaan bagi pemerintah selain pajak, penjualan asset milik pemerintah, utang dan laba BUMN/BUMD. Masalah utama dalam pembebanan pelayanan publik adalah menentukan beberapa harga yang harus dibebankan. Aturan yang bias dipakai adalah beban dihitung sebesar total biaya untuk menyediakan pelayanan tersebut. Dalam menentukan harga pelayanan publik juga dianut konsep different cost for different purpose yaitu membedakan cost untuk pelayanan yang berbeda. Masalah lain adalah adanya hidden cost yang menyulitkan dalam mengetahui total cost. Kesulitan untuk menghitung biaya total adalah karena sulit mengukur jumlah yang dikonsumsi dan perbedaan jumlah biaya untuk melayani masing-masing orang. Pembebanan tidak memperhitungkan kemampuan mayarakat untuk membayar dan biaya apa saja yang diperhitungkan sehingga untuk memudahkan digunakan konsep current cost operation, capital cost, dan marginal cost (biaya penambahan kapasitas).
Marginal cost pricing menganut prinsip bahwa tarif yang dipungut seharusnya sama dengan biaya untuk melayani tambahan konsumen. Marginal cost pricing memperhatikan biaya operasi variabel, semi variabel overhead cost, biaya penggantian atas asset modal dan biaya penambahan asset modal yang digunakan untuk memenuhi tambahan permintaan. Namun demikian, konsep marginal cost pricing juga mengahadapi berbagai kendala. Oleh karena itu perlu ditemukan metoda terbaik untuk menetapkan harga pelayanan publik.















DAFTAR PUSTAKA

Mardiasmo.2004. Akuntansi Sektor Publik:Penentuan Harga Pelayanan Publik. Edisi IV. Yogyakarta : Andi Offset.








Tidak ada komentar:

Posting Komentar