Jumat, 19 Oktober 2012

 

RERANGKA PEMBENTUKAN MINDSET

KONSEP MINDSET
Mindset merupakan peta mental yang mampu menggambarkan kenyataan suatu teritorial, menjadikan orang mengetahui dimana dia berada dan kemana dia menuju, sehingga dia mampu merencanakan bagaimana dia menuju kesana.







 















Gambar diatas merupakan gambar building blocks kultur organisasi yang dibuat berdasarkan model Edgar H. Schein terdiri dari tiga tingkat. Tingkat pertama adalah paradigma yang merupakan cara pandang yang digunakan oleh organisasi terhadap sesuatu. Tingkat kedua adalah keyakinan dasar yang bersama-sama dengan paradigma membentuk mindset organisasi. Mindset ini merupakan bagian tidak tampak dari suatu kultur organisasi dan berlokasi di dalam pikiran anggota organisasi. Mindset ini yang mendasari perilaku anggota organisasi didalam bertindak melakukan bisnis atas nama organisasi. Perilaku orang di dalam organisasi dalam melaksanakan bisnis organisasi merupakan bagian kultur organisasi yang dapat dijelaskan melalui paradigma, keyakinan dasar, dan nilai dasar yang berda di dalam pikiran anggota organisasi. Mindset dapat dibentuk melalui usaha bersistem (pendidikan dan pengalaman) atau secara sederhana terbentuk melalui prasangka.

KETIDAKSESUAIAN MINDSET PERSONAL DENGAN MINDSET ORGANISASI
Mindset sesorang menentukan sikapnya, dan sikap seseorang menentukan tindakannya. Begitu pula apabila mindset personel secara individual tidak sejalan dengan mindset organisasi, menyebabkan kemungkinan timbulnya sikap dan tindakan-tidakan yang kurang menguntungkan bagi organisasi.Ada tiga kemungkinan yang timbul:
1.      Personel melaksanakan tindakan setengah hati, atau bahkan tanpa hati.
Jika personal tidak yakin bahwa kelangsungan hidup organisasi ditentukan oleh costumer ,maka dalam melayani costumer ia akan memperlukan costumer sebagai orang yang membutuhkan produk dan jasa yang dihasilkan oleh perusahaan, bukan sebaliknya, perusahaan yang membutuhkan costumer untuk dapat menjual produk dan jasanya. Oleh karena itu, jika manajemen puncak telah mengomunikasikan paradigma costumer value strategy, keyakinan dasar, dan nilai dasar organisasi yang berkaitan dengan pradigma tersebut, namun personel tidak mau menerima, personel ini akan melaksanakan layanan kepada costumer secara setengah hati atau tanpa hati sama sekali. Sistem layanan kepada costumer yang sudah dirancang untuk memberikan kepada jasa costumer menjadi tidak efektif, karena personel yang melaksanakannya tidak menggeser mindsetnya ke costumer value mindset.
2.      Personel memerlukan pengawasan dari orang lain untuk memastikan bahwa tindakannya dilaksanakan berdasarkan mindset yang semestinya.
Pengkomunikasian mindset kepada seluruh personel akan berhasil jika melalui internalisasi paradigma, keyakinan dasar, dan nilai dasar yang dirumuskan oleh organisasi tertanam di dalam diri seluruh personel organisasi tersebut. Dengan demikian, paradigma, keyakinan dasar, dan nilai dasar yang telah tertanam dalam diri personel secara individual mampu berfungsi sebagai pengarah dan pengendali sikap, tindakan, dan perilaku personel secara individual. Dalam kondisi demikian, personel tidak memerlukan pengawasan dari luar dirinya karena sudah memiliki ­self-imposed control pengendalian yang dipacu dalam diri pribadi orang yang bersangkutan.
3.      Personel dapat melakukan sabotase karena ketidakpastian antara mindset­nya dengan mindset yang semestinya yang diperlukan untuk melaksanakan tindakan.
Ketidaksesuaian mindset personel dengan mindset organisasi dapat mengakibatkan timbulnya usaha personel untuk melakukan sabotase terhadap sistem yang diterapkan organisasi. Sebagai contoh, personel fungsi pembelian mempunyai keyakinan bahwa pemasok adalah pedagang yang membutuhkan order dari perusahaan, dan diyakini pula oleh personel tersebut bahwa umumnya pemasok mengikat bisnis dengan perusahaan untuk mencari laba sebesar-besarnya, tanpa menghiraukan kualitas. Kemudian misalnya, manajemen puncak mengubah paradigma berkaitan dengan pemasok menjadi berikut ini:
a.    Pemasok adalah mitra bisnis yang menentukan kualitas dan waktu penyerahan masukan untuk memungkinkan perusahaan menyediakan produk dan jasa yang menghasilkan value dan customer. Oleh karena itu hubungan antara perusahaan dan pemasok harus dilandasi oleh trust-based relationship, bukan distrust-based reltionship.
b.    Berdasarkan paradigma tersebut, manajemen puncak kemudian mengkomunikasikan keyakinan dasar bahwa “perusahaan merupakan mata rantai yang menghubungkan pemasok dengan customer,” dan “pemasok adalah tujuan pekerjaan fungsi pembelian.” Disamping itu, manajemen puncak mengkomunikasikan kepada personel fungsi pembelian tiga nilai dasar ini: integritas, kerendahan hati, dan kesediaan untuk melayani.
Personel fungsi pembelian yang tidak menerima minsed (paradigma, keyakinan dasar dan nilai dasar) yang dikomunikasikan oleh manajemen puncak, dapat bersikap setengah hati di dalam melaksanakan sistem pembelianbaru yng dirancang untuk mewujudkan mindet baru tersebut. Ia mungkin juga melakukan tindakan yang lebih ekstrim, yaitu dengan melakukan sabotase pelaksanaan sistem pembelian baru, dengan cara memperlakukan pemasok sebagaimana biasanya, dengan melakukan inspeksi yang ketat terhadap semua barang yang diterima dari pemasok, dan dengan menunjukkan seolah pemasok merupakan pedagang yang akan menipu perusahaan (berdasarkan distrust-based relationship).
Oleh karena itu, perancangan sistem manajemen mestinya dilandasi dengan paradigma customer value strategy, agar sistem tersebut menghasilkan value bagi cusomer. Di samping itu, perlu pula dirumuskannya keyakianan dasar dan nilai dasar yang mendasari sistem manajemen yag disusun tersebut. Pengkomunikasian paradigma, keyakinan dasar, dan nilai dasar kepada semua personel yang terlihat di dalam menjalankan sistem manajemen yang telah dirancang, akan menjamin efektivitas pengimplementasian sistem tersebut. Keberhasilan pengkomunikasian mindset akan menjadikannya shared mindset bagi seluruh personel yang terlibat dalam sistem manajemen tersebut.

RERANGKA KONSEPTUAL PERUMUSAN MINDSET
1.      Perumusan Mindset
Ada sua langkah pembentukan mindset : ( 1 ) perumusan mindset, ( 2 ) pengomunikasian mindset. Perumusan mindset dilaksanakan melalui empat langkah berikut ini : (1 ) trendwatching, ( 2 ) envisioning, ( 3 ) perumusan paradigm, ( 4 ) perumusan mindset. Pengomunikasian mindset yang telah dirumuskan melalui dua cara : ( 1 ) melalui perilaku pribadi manajemen puncak, ( 2 ) melalui perilaku operasional . 
Perumusan mindset yaitu :
(            1)   Trendwatching
Manajemen puncak melakukan pengamatan berbagai trend pemacu perubahan yang akan terjadi dimasa depan. Empat pemacu perubahan yang berdampak terhadap lingkungan bisnis adalah globalisasi ekonomi, teknologi informasi, strategic quality , dan revousi manajemen.
(            2)   Envisioning
Adalah kemampuan kita untuk menggambarkan dampak perubahan dalam lingkungan bisnis yang diakibatkan oleh berbagai pemacu perubahan yang telah diamati dalam trendwatching. Akibat pemacu perubahan tersebut adalah costumer memegang kendali bsinis, kompetisi menjadi tajam, dan perubahan menjadi berubah
(            3)   Perumusan paradigma
Paradigma yang sesuai dengan lingkungan bisnis adalah customer value strategyc suatu. Suatu pandangan bahwa kelangsunagn hidup perushaan dan kemampuannya untuk bertumbuh ditentukan oleh kemampuan perusahaan dalam menyediakan valuae terbaik bagi customer.
Lingkungan bisnis digambarkan kerakteristiknya sebagai lingkungan yang tajam. Suatu pandangan bahwa kelangsungan hidup perusahaan dan kemampuannya untuk bertumbuh ditentukan oleh kemampuan perusahaan tersebut untuk secara berkelanjutan melakukan improvement terhadap system dan proses untuk menghasilkan value bagi costumer.
      






 

 




















(            4)   Perumusan mindset
Paradigm merupakan building block  dasar, yang pertama kali harus diletakkan dalam membangun kultur organisasi. Blok – blok nya dalah keyakinan dasar , nilai dasar, dan system manajemen 

2.      Pengkomunikasian Mindset
Paradigma, keyakinan dasar dan nilai dasar organisasi yang dirumuskan dengan jelas dan dikomunikasikan kepada seluruh personel organisasi akan menjadi shared paradigm, shared beliefs, dan share values dalam diri tiap personel organisasi, sehingga organisasi akan kohesif dalam proses menuju ke masa depan. Kekohesivan organisasi sangat diperlukan untuk membangun kekuatan organisasi dalam menghadapi lingkungan bisnis kompetitif.
Paradigma, keyakinan dasar dan nilai dasar organisasi perlu dikomunikasikan oleh manajemen puncak kepada seluruh personel melalui dua pendekatan :
1.      Perilaku pribadi (personel behavior)
Paradigma, keyakinan dasar dan nilai dasar organisasi dikomunikasikan kepada seluruh personel melalui proses internalisasi sistematik. Proses internalisasi ini ditempuh untuk menanamkan konsep paradigma, keyakinan dasar dan nilai dasar organisasi. Di samping itu manajemen bertanggung jawab untuk menggunakan kata kunci yang terdapat dalam paradigma, keyakinan dasar dan nilai dasar dalam komunikasi harian mereka dengan sesama manajer, dengan karyawan, dengan pemasok dan mitra bisnis serta dengan customer.
Untuk memperkuat pesan yang terkandung dalam paradigma, keyakinan dan nilai dasar organisasi, manajemen memberikan contoh penghayatan paradigma keyakinan dan nilai dasar organisasi ke dalam perilaku keseharian mereka. Actions speak louder than words. Melalui perilaku pribadi, manajemen puncak mengkomunikasikan kepada karyawan komitmen manajemen puncak terhadap paradigma, keyakinan dan nilai dasar organisasi.
2.      Perilaku operasional (operational behavior)
Paradigma, keyakinan dasar dan nilai dasar organisasi dikomunikasikan kepada seluruh personel dengan memasukkan hal tersebut ke dalam peraturan, sistem dan prosedur serta keputusan resmi yang dibuat. Dengan cara ini, sistem dan prosedur, peraturan dan keputusan menjadi komunikator secara berkelanjutan bagi paradigma, keyakinan dan nilai dasar organisasi.
Perbedaan pendekatan perilaku pribadi dan pendekatan perilaku operasional adalah sebagai berikut :
NO
KARAKTERISTIK
PENDEKATAN PRIBADI
PENDEKATAN OPERASIONAL
1.
Cara penyampaian
Melalui internalisasi sistematik (melalui pemberian contoh perilaku nyata dalam  keseharian)
Dengan memasukkan hal tersebut ke dalam peraturan, sistem dan prosedur serta keputusan resmi yang dibuat
2.
Ruang lingkup
Sempit, hanya karyawan yang menyaksikan perilaku manajemen yang dapat menerima komunikasi
Sangat luas, mencakup seluruh karyawan perusahaan
3.
Jangka waktu
Singkat
Panjang (lama)

Melalui proses SPPM, paradigma, keyakinan dan nilai dasar akan diterjemahkan ke dalam tindakan nyata. Sebagai contoh dalam proses perumusan strategi, disamping ditetapkan visi dan misi organisasi, juga dilakukan perumusan keyakinan dasar dan nilai dasar organisasi. Dalam merumuskan keyakinan dasar dan nilai dasar organisasi tersebut, manajemen dapat memilih keyakinan dasar dan nilai dasar yang perlu ditonjolkan untuk dijadikan sebagai pembeda organisasi perusahaan dengan perusahaan lain. Kemudian keyakinan dan nilai dasar yang telah diterjemahkan ke dalam action plan melalui sistem perencanaan strategik, sistem penyusunan program dan sistem penyusunan anggaran. Melalui ketiga sistem tersebut, paradigma, keyakinan dan nilai dasar diterjemahkan ke dalam sasaran strategik, inisiatif strategik, rencana laba jangka panjanag dan rencana laba jangka pendek.